Buku Laris Rezeki Manis

Selasa, 13 Oktober 2009

Kunci dari meraup penghasilan dengan menulis buku adalah pada semakin larisnya buku yang kita tulis. Atau dalam bahasa yang lain “buku kian laris, rezeki kian manis” atau “kian laris buku, kian tebal saku”. Artinya, semakin terjual banyak (laris) buku yang kita tulis, maka rezeki (penghasilan) yang akan kita dapatkan juga akan semakin tebal atau banyak.

Lalu, bagaimana sebuah penerbit menghargai karya seorang penulis ? Umumnya, penerbit menggunakan sistem royalty dalam menghargai karya seorang penulis buku. Besar royalty itu bervariasi atau berbeda antara penerbit satu dengan penerbit yang lainnya. Masing-masing penerbit memiliki policy atau kebijakan masing-masing. Namun, umumnya, besar royalty itu 10 % dari harga jual eceran (bruto) per bukunya. Atau ada pula yang mematok 15 %, tapi dihitung dari harga bersih (netto) per bukunya.



Kunci dari meraup penghasilan dengan menulis buku adalah pada semakin larisnya buku yang kita tulis. Atau dalam bahasa yang lain “buku kian laris, rezeki kian manis” atau “kian laris buku, kian tebal saku”. Artinya, semakin terjual banyak (laris) buku yang kita tulis, maka rezeki (penghasilan) yang akan kita dapatkan juga akan semakin tebal atau banyak.

Lalu, bagaimana sebuah penerbit menghargai karya seorang penulis ? Umumnya, penerbit menggunakan sistem royalty dalam menghargai karya seorang penulis buku. Besar royalty itu bervariasi atau berbeda antara penerbit satu dengan penerbit yang lainnya. Masing-masing penerbit memiliki policy atau kebijakan masing-masing. Namun, umumnya, besar royalty itu 10 % dari harga jual eceran (bruto) per bukunya. Atau ada pula yang mematok 15 %, tapi dihitung dari harga bersih (netto) per bukunya.

Selain memakai sistem royalty, beberapa penerbit juga ada yang menerapkan sistem jual putus (flat). Besar angka yang dipatok untuk sitem jual putus ini umumnya berkisar Rp 7.000,- sampai Rp 10.000,- per halaman. Namun, amat jarang sistem ini digunakan oleh penerbit. Masalahnya, jika buku itu meledak (laris) di pasaran, maka sang penulis buku itu tidak dapat menikmati kesuksesan itu. Sistem ini memang cenderung tidak adil, sehingga jarang digunakan.

Dari gambaran singkat sistem “penghargaan” terhadap sebuah karya buku di atas, maka kita akan menjadi tahu peluang meraih penghasilan yang dapat kita tangkap dari kerja menulis buku.

Taruhlah sekedar contoh, kita menulis buku dengan jumlah halaman 50 lembar. Dengan sistem beli putus, kita akan mendapatkan paling tidak uang senilai Rp 375.000,- (tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah). Itu bila per halaman tulisan kita dihargai Rp 7.500,-. Tapi bila per halaman tulisan kita dihargai Rp 10.000,-, kita paling tidak akan bisa mengontangi uang lebih besar lagi, yakni Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah). Padahal, bila kita biasa menulis, tulisan sejumlah 50 halaman dapat kita selesaikan dalam jangka waktu 5-7 hari (1 minggu) atau paling lama 1 bulan dengan tanpa meninggalkan pekerjaan utama kita, misalnya menjadi guru atau dosen.

Bila menggunakan sistem royalti akan semakin berpeluang untuk meraup keuntungan lebih besar lagi. Bila setelah dicetak menjadi buku, harga eceran per buku Rp 10.000 [sepuluh ribu rupiah], maka royalti kita bila dihitung 10 persen, akan mendapat Rp 1.000 [seribu rupiah] per eksemplar buku. Tinggal dikalikan dengan jumlah penjualan. Semakin laris buku kita—apalagi kalau sampai dicetak ulang berkali-kali karena saking larisnya—maka akan semakin besar jumlah uang yang akan kita terima. Dan semakin produktif kita, dalam arti semakin banyak buku yang kita tulis dan diterbitkan, akan semakin memiliki peluang lebih besar lagi jumlah penghasilan yang akan kita peroleh. Pada masa kini, peluang membuka pintu rezeki dengan menulis buku memang bukan hal yang aneh atau mustahil.

By Badiatul Muchlisin Asti

0 komentar:

Posting Komentar

  © Blogger template Brownium by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP