Suara Merdeka: Writepreneurship, Menjadi Kaya dari Menulis
Rabu, 14 Oktober 2009
YOGYAKARTA - Bisakah kaya dari menjadi penulis? Inilah pertanyaan yang dibedah dalam seminar nasional “Writerpreneurship: Menjadi Penulis Best Seller” yang digelar oleh Sekolah Penulis Yogya (SPY) di Gedung Tiga Serangkai, Condong Catur Yogyakarta, Sabtu lalu (24/10).
Para pembicara M Fauzil Adhim (penulis buku best seller Kupinang Engkau dengan Hamdalah), Jonru (pemilik situs penulislepas.com), dan Siswanto (Penerbit Tiga Serangkai Solo) mampu membuat peserta menjadi terbuka wawasannya akan begitu pentingnya menulis dan dari sisi ekonomi ternyata juga cukup menjanjikan.
Menurut Fauzil Adhim, menulis dapat menjadi profesi yang memberikan standar kesejahteraan lebih. Dengan catatan, harus total dan profesional. Dalam artian, jika seseorang bisa menulis sesuatu yang penting dan bermanfaat serta dikemas dengan bahasa cair, renyah, mudah diterima masyarakat luas maka peluang untuk mendapatkan royalti besar bukanlah hal yang tak mungkin.
“Sudah banyak contoh penulis yang kaya dan sejahtera karena tulisan-tulisannya. Habiburrahman Elshirazy misalnya, dari novel Ayat-Ayat Cinta, mendapatkan royalti lebih dari Rp 1,2 miliar. Emha Ainun Nadjib, buku-bukunya laris manis bak kacang goreng sehingga royaltinya pun cukup lumayan dan banyak penulis lainnya seperti Asma Nadia, Helvy Tiana Rossa, Joni Ariadinata,” paparnya.
Dia sendiri yang menulis novel Kupinang Engkau dengan Hamdalah, sudah cetak ulang ke-26 dengan sekali cetak minimal 10.000 eksemplar. Bayangkan, harga buku Rp 20.000 sedangkan royaltinya 10%, tinggal menghitung saja totalnya. Dengan menulis dia dapat mencukupi kebutuhan hidup dan menabung.
Persyaratan
Di depan peserta seminar Fauzil mengatakan, untuk menjadi penulis buku yang berhasil dibutuhkan sejumlah prasyarat antara lain fokus atau setia pada satu bidang kajian karena itu menyangkut personal branding atau kepakaran dalam satu masalah. Selanjutnya, menulis sesuatu yang penting dalam buku sehingga dibutuhkan dan dijadikan rujukan banyak orang.
“Jangan sampai hanya menjadi buku sampah yang tidak memberikan makna apa pun kepada pembaca. Buku yang isinya penting dan kajiannya fokus harus dikemas dalam bahasa yang renyah serta kemasan menjual. Kalau semua persyaratan itu terpenuhi maka tak sulit untuk menjadikan buku kita marketable,” tandasnya.
Siswanto dari Penerbit Tiga Serangkai menambahkan, ada dua sistem yang selama ini dipakai untuk memberi penghargaan kepada para penulisnya.
Pertama, dengan sistem royalti, honorarium dibayarkan sesuai jumlah buku yang terjual per tiga atau enam bulan. Berikutnya sistem beli putus.
Sejauh ini pihaknya masih terus mencari naskah-naskah dari penulis luar yang bersifat buku teks, panduan, agama, dan aneka tema lainnya.
Yang mengirim naskah banyak, namun yang isinya benar-benar berkualitas masih sedikit. Karena itu, peluang menjadi penulis masih sangat terbuka. (D19-70)
Sumber: SuaraMerdeka.com
0 komentar:
Posting Komentar