Membuat Naskah Buku yang Berkualitas

Selasa, 13 Oktober 2009

Naskah buku yang berkualitas adalah dambaan setiap penerbit. Hampir dipastikan penerbit hanya akan menerbitkan naskah-naskah yang berkualitas. Naskah yang berkualitas tidak hanya memiliki bobot isi yang baik, tapi juga bidikan pasar yang marketable. Bobot isi yang baik tidak terletak pada tema yang diangkat. Tema tidak menentukan apakah sebuah buku—meminjam istilah Hernowo—“bergizi” atau tidak. Tema hanya menentukan selera.

Lalu, apa saja yang membuat naskah buku berkualitas ?
Tentu, di samping materi yang berbobot, paling tidak ada 2 hal yang patut diperhatikan menyangkut naskah yang berkualitas:

Pertama, bahasa buku. Sehebat apapun materi yang disajikan, tapi penataan bahasanya kacau—tidak memenuhi kaidah-kaidah reasoning (penalaran)—naskah buku tersebut akan menjadi tidak
menarik. Karenanya, bahasa perlu diolah sedemikian rupa agar ketika naskah dibaca, terasa enak, mengalir, mudah dicerna, dan mengasyikkan, serta merangsang nalar.

Untuk membuat sebuah bahasa yang mampu merangsang nalar, maka, 1) susunan kalimat dan gerombolannya harus logis. 2) seluruh kalimatnya diupayakan memiliki diksi (pilihan kata) yang indah dan menggairahkan. 3) penyajian keseluruhan bahasa memiliki koherensi (keterkaitan) dan komposisi (ketersusunan) yang selain harmonis juga menyimpulkan.

Kedua, mengemas “daya pikat”. Sebuah buku, dikatakan berkualitas, selain karena materinya oke, bahasanya tertata dengan baik, juga karena tampilan bukunya yang memikat. Untuk naskah buku, tak banyak yang bisa diperbuat oleh penulis untuk mengemas daya pikat. Pihak penerbit yang banyak berperan.

Tapi, membuat judul yang “menggigit”, satu dari banyak hal yang bisa dilakukan oleh penulis untuk mendongkrak kualitas naskah buku. Perhatikan buku-buku yang berhasil best seller, judul-judulnya menggigit bukan? Bahkan acapkali judulnya lebih “menggigit” ketimbang isi buku itu sendiri.

Dalam sebuah acara diskusi buku Seks In The Kost di Aula Fakultas Psikologi Unair Surabaya, Iip Wijayanto pernah diprotes dengan judul bukunya itu yang teramat provokatif. Isi buku itu dinilai beda jauh dengan judulnya. Karenanya Iip dituding hanya mengejar keuntungan.

Dari aspek judul, buku-buku Iip memang cukup kontroversial. Di antaranya, 97,05 Persen (hasil penelitian tentang virginitas mahasiswi Jogja), Seks In The Kost, Seks Kalangan Terpelajar, dan Kampus Fresh Chiken. Tapi kalau membaca isinya, buku-buku itu lebih kepada analisis seks menggunakan ilmu tasawuf.

Apa kata Iip? Iip mengaku sengaja memilih judul-judul yang kontroversial dan komersial. Bagi Iip, judul buku yang “heboh” itu adalah strategi saja. Karena, menurutnya, kalau judul bukunya mengandung unsur religius, maka pangsa pembacanya hanya kalangan tertentu. Judul-judul yang “heboh” merupakan strategi agar pesan dakwah sampai ke banyak kalangan.

Maka, tak heran bila buku-buku Iip dapat menembus angka penjualan yang lumayan spektakuler. Buku Seks In The Kost-nya Iip misalnya, terjual 20.000 eksemplar pada dua bulan pertama.

Terlepas dari benar-tidaknya apa yang dilakukan Iip, “kasus” judul-judul Iip yang kontroversial, memberi pelajaran kepada kita pentingnya membuat judul yang “menggigit”. ***

by Badiatul Muchlisin Asti

0 komentar:

Posting Komentar

  © Blogger template Brownium by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP